Sabtu, 14 Januari 2012

HIPOGLIKIMIA

HIPOGLIKIMIA
I.      DEFINISI
Hipoglikimia adalah menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko untuk mengalami kadar gula darah terlalu rendah untuk fungsi metabolisme.glukosa darah yang kurang dari 50 mg/100 ml darah. Pada umumnya gejala-gejala hypoglikemia baru timbul bila kadar glukosa darah lebih rendah dari 45mg %.

II.    ETIOLOGI

Etiologi hipoglikimia pada diabetes melitus (DM):
1                     Hipoglikimia pada DM stadium dini
2                     Hipoglikimia dalam rangka pengobatan DM
·               Penggunaan insulin
·               Penggunaan sulfonilurea
·               Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3                     Hipoglikimia yang tidak berkaitan dengan DM
·               Hiperinsulinisme alimenter pascagastrektomi
·               Insulinoma
·               Penyakit hati berat
·               Tumor ekstrapankreatik : fibrosarkoma, karsinoma ginjal
·               Hipopituitarisme.
Faktor predisposisi terjadinya hipoglikimia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea:
1                                                         Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
·                                                                                       Pengurangan/keterlambatan makan
·                                                                                       Kesalahan dosis obat
·                                                                                       Latihan jasmani yang berlebihan
·                                                                                       Perubahan tempat suntikan insulin
·                                                                                       Penurunan kebutuhan insulin
Ø                   Penyembuhan dari penyakit
Ø                   Nefropati diabetik
Ø                   Hipotiroidisme
Ø                   Penyakit addison
Ø                   hipopituitarisme
·                                                                                       Hari-hari pertama pasien persalinan
·                                                                                       Penyakit hati berat
·                                                                                       Gastroparesis diabetik
2                                                         Faktor- faktor yang berkaitan dengan Dokter
·               Pengendalian glukosa darah yang ketat
·               Pemberian obat-obat ang mempunyai potensi hypoglikemik
·               Penggantian jenis insulin.




III.       MANIFESTASI KLINIS

Gejala – gejala hipoglikimia terdiri dari dua fase, yaitu;
1                         Fase I, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan  yang perlu untuk mengatasi hipoglikimia lanjut.
2                         Fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis.
Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukkan adanya gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan dinamaan gangguan fungsi otak subliminal. Di samping gejala peringatan dan neurologis, kadang-kadang hipoglikimia menunjukkan gejala yang tidak khas.
Kadang-kadang gejala fase adrenergik tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada fase gangguan fungsi otak. Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan, yaitu akut dan kronik. Yang akut,misalnya pada pasien DMTI dengan glukosa darah terkontrol sangat ketat mendekati normal, adanya neuropati autonom pada pasien yang sudah lama menderita DM, dan penggunaan β bloker yang nonselektif. Kehilangan kewaspadaan yang kronik biasanya ireversibel dan dianggap merupakan komplikasi DM yang serius.
Sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu hipoglikimia dengan gejala-gejala saraf pusat; kadar glukosa kurang dari 50 mg%; dan gejala akan menghilang dengan pemberian glukosa.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan hipoglikemia  berat dan berkepanjangan adalah  kegagalan sekresi hormon  glukagon dan adrenalin (pasien telah lama menderita DM), adanya antibodi terhadap insulin, blokade farmakologik (β bloker non selektif), dan pemberian obat sulfonilurea (obat anti DM yang berkhasiat lama).

IV.      DIAGNOSTIK TEST YANG LAZIM

Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea ditegakkan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya diambil dulu darah untuk pemeriksaan kadar glukosanya. bila dengan pemberian suntikan bolus dextrosa pasien yang semula tidak sadar menjadi sadar, maka dapat dipastikan, hypoglikemia. Sebagai dasar diagnosis dapat digunakan tris whipple ;
1.        hypoglikemia dengan gejala-gejala saraf pusat, psikiatrik atau vasomotorik
2.        Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%
3.        Gejala akan menghilang dan pemberian gula.


V.   PATOFISIOLOGI DAN DAMPAK PADA PENYIMPANGAN KDM

A. PATOFISIOLOGI
Hipoglikemia adalah glukosa darah yang kurang dari 50 mg/100 ml darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa, atau khususnya puasa yang disertai olah raga, karena olahraga meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel-sel otot rangka. Namun hypoglikemia lebih sering disebabkan oleh kelebihan insulin pada pengidap diabetes dependen-insulin.
Karena otak memerlukan glukosa darah sebagai sumber energi utamanya, maka hypoglikemiamenyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan fungsi susunan saraf pusat(SSP) berupa konfusi, iritabilitas, kejang dan koma. Hypoglikemia dapat menyebabkan nyeri kepala, akibat perubahan aliran darah otak dan perubahan keseimbangan air. Secara sistemis, hipoglikemia menyebabkan pengaktifan sistem saraf simpatis yang merangsang rasa lapar, kegelisahan, berkeringat, dan takikardia.








B. PENYIMPANGAN KDM

Hypoglikemia sering terjadi karena

Kurang pemasukan            kesalahan medikasi            kelainan endokrin   penyakit pankreas


Penurunan glukosa darah


Penurunan epinefrin                                              kekurangan glukosa dalam jaringan otak






 

Gejala pada sistem saraf otonom              perubahan status neurologis


 

Keluar keringat,dingin, lapar,tremor,dll    iritable,sakitkepala, apatis,sincope,dll
                                                                                     shock hypoglikemia
penurunan kesadaran

potensial cedera

VI.      PENGKAJIAN

Perawat harus mengkaji pola nilai-nilai glukosa pasien dan menghindari pemberian insulin dengan dosis yang berkali-kali menimbulkan hypoglikemia. Pemberianinsulin regular yang berturut-turut harus dilakukan tidak lebih dari setiap 3 hingga 4 jam sekali. Bagi pasien yang mendapatkan NPH atau insulin lente sebelum sarapan atau makan malam, perawat harus berhati-hati ketika memberikan dosis tambahan insulin regular pada saat makan malam dan saat akan tidur. Hipoglikemia dapat terjadi ketika dua pemberian insulin mencapai puncak kerjanya bersama dengan insulin regular yang diberikan saat makan siang dan keadaan ini dapat menimbulkan hypoglikemia pada sore harinya. Untuk menghindari reaksi hypoglikemik yang disebabkan oleh asupan makanan yang terlambat, perawat harus mengatur penyediaan camilan yang akan diberikan kepada pasien jika makanannya kemungkinan tertunda oleh prosedur, fisioterapi atau aktivitas lainnya.

VII.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan  pada hipoglikemia yaitu;
·               Potensial terjadinya hypoglikemia berhubungan dengan kelebihan insulin tubuh
·               Aktual terjadinya hypoglikimia berhubungan dengan kelebihan insulin tubuh
·               Potensial cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat syok hypoglikemia.

VIII.               INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

  1. INTERVENSI
1     Pantau kadar gula darah sebelum pemberian obat-obat hypoglikemik dan atau sebelum makan dan 1 jam sebelum tidur (gula darah adalah parameter yang lebih akurat daripada glukosa urine, yang dipengaruhi oleh ambang ginjal dan fungsi ginjal.
2     Pantau tanda  gejala hypoglikemia :
q     Kadar gula darah kurang dari 70mg/dL
q     Kulit dingin, lembab dan pucat
q     Takikardia
q     Peka rangsang, gelisah
q     Tidak sadar oleh karena hypoglikemia
q     Tidak terkoordinasi
q     Bingung, mudah mengantuk
3     Jika klien dapat menelan, berikan setengah gelas jus jeruk, cola  atau semacam golongan jahe setiap 15 menit sampai kadar glukosa darahnya meningkat diatas 69mg/dL.(karbohidrat yang sederhana akan dimetabolisme dengan cepat)
4     Jika klien tidak dapat menelan, berikan glukagon hidroklorida subkutan atau 50 ml glukosa 50% dalam air  IV, sesuai protokol.
(glukagon menyebabkan glikogenelisis dalam hepar dan dapat menyimpan glikogen secara adekuat. Jika klien dalam kondisi kritis dimana klien telah jatuh dalam koma untuk beberapa saat, cadangan glikogen mungkin telah habis digunakan, dan glukosa IV satu-satunya yang lebih efektif.
5     Periksa  kadar glukosa setelah 1 jam pemberian terapi glukosa dan diharapkan mencapai 69 mg/dL (pemantauan yang teratur dapat mendeteksi tanda-tanda dini kadar glukosa darah; tinggi/rendah.
6     Berikan larutan gula peroral jika pasien sadar
7     Berikan glukosa intravena 10-50 ml mengandung glukosa 40-50 % untuk pasien yang tidak sadar.
8     Kolaborasi pemberian therapy jika dalam 10 menit belum ada perbaikan
9     Jauhkan benda yang dapat menyebabkan cedera
10  Berikan tongue spatel jika lidah tergigit
11  Berikan penghalang pada keluar tempat tidur pasien.
12  Jika ada indikasi konsul dengan ahli gizi untuk pemberian kudapan sebelum jam tidur dengan karbohidrat yang lebih kompleks. (tindakan ini dapat mencegah terjadinya hypoglikemia sewaktu tidur).
B.       IMPLEMENTASI
1     Memantau kadar gula darah sebelum memberikan obat-obat hypoglikemik dan atau sebelum makan dan 1 jam sebelum tidur (gula darah adalah parameter yang lebih akurat daripada glukosa urine, yang dipengaruhi oleh ambang ginjal dan fungsi ginjal.
2                     Memantau tanda  gejala hypoglikemia :
q       Kadar gula darah kurang dari 70mg/dL
q       Kulit dingin, lembab dan pucat
q       Takikardia
q       Peka rangsang, gelisah
q       Tidak sadar oleh karena hypoglikemia
q       Tidak terkoordinasi
q       Bingung, mudah mengantuk
3     Memberikan setengah gelas jus jeruk, cola  atau semacam golongan jahe setiap 15 menit sampai kadar glukosa darahnya meningkat diatas 69mg/dL.jika klien dapat menelan.
4     Memberikan glukagon hidroklorida subkutan atau 50 ml glukosa 50% dalam air  IV,  jika klien tidak dapatmenelan.sesuai protokol.
5     Memeriksa  kadar glukosa setelah 1 jam pemberian terapi glukosa dan diharapkan mencapai 69 mg/dL (pemantauan yang teratur dapat mendeteksi tanda-tanda dini kadar glukosa darah; tinggi/rendah.
6                     Memberikan larutan gula peroral jika pasien sadar
7     Memberikan glukosa intravena 10-50 ml mengandung glukosa 40-50 % untuk pasien yang tidak sadar.
8     Kolaborasi pemberian therapy jika dalam 10 menit belum ada perbaikan
9                     Menjauhkan benda yang dapat menyebabkan cedera
10                  Memberikan tongue spatel jika lidah tergigit
11                  Memberikan penghalang pada keluar tempat tidur pasien.
12  Melakukan  konsul dengan ahli gizi untuk pemberian kudapan sebelum jam tidur dengan karbohidrat yang lebih kompleks. (tindakan ini dapat mencegah terjadinya hypoglikemia sewaktu tidur).

IX.      EVALUASI

Hasil yang diharapkan;
1.    Mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit
a.    Memperlihatkan keseimbangan asupan dan haluaran.
b.    Menunjukkan nilai-nilai elektrolit dalam batas-batas normal
    1. Tanda-tanda vital tetap stabil dengan teratasinya hipotensi   ortostatik  dan takikardia.
2.    Mencapai keseimbangan metabolik
a.    Menghindari kadar glukosa yang terlalu ekstrim (hipoglikemia)
b.    Memperlihatkan perbaikan episode hypoglikemia yang cepat
c.Menghindari penurunan berat badan selanjutnya (jika diperlukan) dan mulai mendekati berat badan ayng dikehendaki.


DAFTAR  PUSTAKA
Mansjoer Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid I). Media Aesculapius    Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Smeltzer  C. Suzanne & Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah (Vol.2). Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta.

HEPATITIS


HEPATITIS
A.    PENGERTIAN
Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)
B.    ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
                                 1.         Hepatitis A
a.       Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung berukuran 27 nm
b.      Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan
c.       Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d.      Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
                                 2.         Hepetitis B (HBV)
a.       Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm
b.      Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
c.       Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d.      Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
                                 3.         Hepatitis C (HCV)
a.       Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang diameternya 30 – 60 nm.
b.      Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh kontak seksual.
c.       Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
d.      Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
                                 4.         Hepatitis D (HDV)
a.       Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
b.      Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
c.       Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
d.      Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
                                 5.         Hepattitis E (HEV)
a.       Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya + 32 – 36 nm.
b.      Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
c.       Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
d.      Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
C.      INSIDEN
1.      Hepetitis A
Penyakit endemik dibeberapa bagian dunia, khususnya area dengan sanitasi yang buruk. Walaupun epidemik juga terjadi pada negara – negara dengan sanitasi baik.
2.      Hepatitis B
Ditemukan dibeberapa negara insidennya akan meningkat pada area dengan populasi padat dengan tingkat kesehatan yang buruk.
3.      Hepatitis C
90 % kasus terjadi akibat post transpusi dan banyak kasus sporadik, 4 % kasus hepatitis disebabkan oleh hepatitis virus dan 50 % terjadi akibat penggunaan obat secara intra vena
4.      Hepatitis D
Selalu ditemukan dengan hepatitis B, delta agent adalah indemik pada beberapa area seperti negara mediterania, dimana lebih dari 80 % karier hepatitis B dapat menyebabkan infeksi
5.      Hepatitis E
Adalah RNA virus yang berbeda dari hepatitis A dan eterovirus biasanya terjadi di India, Birma, Afganistan, Alberia, dan Meksiko.

A.      PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
PENYIMPANGAN KDM HEPATITIS

                                                                                    Faktor resiko higiene &
                                                                                          sanitasi buruk


 

                                                                               
                                                                                   Rentan terhadap infeksi
                                                                                            virus hepatitis


 


                                                                                 Invasi virus ke dalam tubuh


 


                                                                                         Masuk sirkulasi


 


                                                                                       Masuk dalam aliran
                                                                                          vena hepatikus


 


                                                                                     Virus berkembang biak
                                                                                           dalam sel hati


 


   Kerusakan pada hepar                                        Proses peradangan sel hati           






 


 Produksi garam empedu ↓                                                     Kerusakan jaringan hepar                            Terjadi imflamasi sel hati









 


Suasana duadenum menjadi                                   Pelepasan zat proteolitik                                  Pembatasan aktivitas
                asam


 

                                                                                       Merangsang ujung saraf                               Perubahan aktivitas rutin               
   Mengiritasi duadenum


 

                                                                                      Ditransmisikan ke kortex                                    Efek gravitasi pada
   Impuls iritatif ke otak                                             serebri melalui talamus                                         gerakan feses









 


            Gejala GI                                                                     Nyeri                                                            Feses menjadi keras










 

                                                                                                                                                                               
Rangsangan M.Oblongata                                                                                                                                              Konstipasi
                                                                Fungsi hepar terganggu     


 

         Mual muntah
                                                                Gangguan metabolisme
                                                                KH, Protein dan Lemak
           Anoreksia
                                                               
                                                                KH tidak dapat simpan
        Intake kurang
                                                               
                                                       Energi yang dihasilkan berkurang             Kelemahan           Defisit perawatan diri
       Nutrisi kurang

E.       MANIFESTASI KLINIK
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.
1.      Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2.      Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3.      Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda
F.      TES DIAGNOSTIK
1.      ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati
2.      Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
3.      Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
4.      Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5.      Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
6.      Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
7.      Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
8.      Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
9.      Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
10.  HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
11.  Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
12.  Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
13.  Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
14.  Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
15.  Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
16.  Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
G.      PENATALAKSANAAN MEDIK
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
H.      ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.                   Biodata.
J  Identitas.
-          Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
-          Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama, alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
-          Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan hubungan dengan klien.
                        b.      Keluhan utama
Keluhan anak sehingga anak membutuhkan perawatan. Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk, sakit perut kanan atas, demam dan kuning
                         c.      Riwayat kesehatan
                                   1.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
                                   2.       Riwayat Kesehatan Masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya
                                   3.       Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.
               2.   Diagnosa keperawatan yang lazim muncul .
a.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c.       Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d.      Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
e.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
f.       Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak yang terinfeksi.
g.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan.
h.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan proses penyakit.
i.        Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
j.        Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
k.      Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktifitas.
l.        Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
m.    Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktifitas rutin.
               3.   Rencana keperawatan.
DX.I . Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
           Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas.
            Kriteria hasil :
J Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan tingkat aktifitas.
J Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan perkembangan kekuatan otot.
              
Intervensi
Rasional
1.   Tingkatkan  tirah baring, ciptakan lingkunga yang tenang.
2.   Tingkat aktifitas sesuai toleransi


3.   Awasi kadar enzim hepar.

Meningkatkan ketenangan istirahat dan menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan.
Tiarah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktifitas yang mengganggu periode istirahat.
Membantu menurunkan kadar aktifitas tepat, sebagai peningkatan prematur pada potensial resiko berulang.

DX . II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
             kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah
 Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
J  Nafsu makan baik.
J  Tidak ada keluhan mual/muntah.
J  Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .
           
Intervensi
Rasional
1.   Awasi keluhan anoreksia, mual/muntah.

2.   Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makanan sedikit dalam frekwensi sering.
3.   Lakukan perawatan mulut sebelum makan.
4.   Timbang  berat badan.

5.   Berikan obat vit. B kompleks, vit c dan tambahan diet lain sesuai indikasi.
Berguna dalam mendefinisikan derajat luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
Makan banyak sulit untuk mengatur bila klien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk pada siang hari, membuat masukan makanan sulit pada sore hari.
Menghilangkan rasa tidak enak dan meningkatkan nafsu makan.
Penurunan BB menunjukkan tidak adekuatnya nutrisi klien.
Memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.

 
DX. III. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
                  Tujuan : Klien akan menunjukkan status cairan adekuat.
                  Kriteria hasil :
J  Tanda – tanda vital stabil :
TD : 90/50 – 120/70 mmhg
N   : 85 – 100 x/mnt
S    : 36 – 37
P    : 15 – 25 x/mnt
J Turgor kulit normal ( cepat kembali )
J Intake dan output seimbang.
Intervensi
Rasional
1.      Monitor intake dan output

2.      Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler , turgor kulit dan membran mukosa . 
3.      Berikan cairan IV (biasanya glukosa), elektrolit.

Memberikan informasi tentang penggantian /efek terapi.
Indikator volume sirkulasi / perfusi .



Mmmmemberikan cairan dan penggatian elektrolit.
 
DX. IV. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
                  Tujuan : Klien memperlihatkan prilaku yang menimbulkan interaksi
                                sosial.
                  Kriteria hasil :
J   Klien berpartsipasi dalam aktifitas.
J   Klien dapat mengungkapkan perasaan / persepsi.
Intervensi
Rasional
1.   Tingkatkan hubungan sosial.
2.   Jelaskan tentang tujuan dari perawatan .

3.   Dorong klien / keluarga untuk mengeksperisikan perasaan dan permasalahan


Partisipasi orang lain dapat meningkatkan rasa kebersamaan.
Pemahaman alasan untuk perlindungan dari mereka sendiri dan oranmg lain dapat mengurangi perasaan isolasi.
Membantu mengidentiufikasi dan memperjelas alasan kesulitan berinteraksi




 
DX. V. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
                  Tujuan : Klien akan menunjukkan tehnik melakukan perubahan pola
                                hidup untuk menghindari infeksi ulang dan transmisi ke orang 
                                lain.
                  Kriteria hasil :
J   Memperlihatkan pengertian tentang tindakan kewaspadaan dengan mengikuti petunjuk.
J   Mempertahankan suhu tubuh yang normal , pernapasan jelas  dengan tidak ada bukti lain terjadinya infeksi.
Intervensi
Rasional
1.   Lakukan tehnik isolasi untuk infeksi enterik dan pernapasan sesuai kebijakan rumah sakit termasuk cuci tangan efektif.
2.   Awasi / batasi pengunjung sesuai indikasi

3.   jelaskan prosedur isolasi pada klien/orang terdekat.
4.   Berikan antibiotik untuk agen pencegahan.
Mencegah transmisi virus ke orang lain. Melalui cuci tangan efektif dalam mencegah transmisi virus.



Klien terpajan terhadap proses infeksi (khususnya respiratorius) dan potensial resiko komplikasi sekunder.
Pemahaman alasan untuk perlindungan diri sendiri dan orang lain.
Pengobatan hepatitis virus dan bacterial untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder

 
DX. VI. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak yang terinfeksi.
                  Tujuan : Keluarga dan orang lain tidak tertular infeksi.
                  Kriteria hasil :
J   Keluarga mengerti tentang cara penularan.
J   Orang tua menerapkan pola hidup yang sehat dan bersih.
Intervensi
Rasional
1.   Ajarkan tehnik mencuci tangan yang benar.
2.   Ajarkan tentang kebersihan perorangan.

3.   Imunisasi bila indikasi ketularan

Cuci tangan mencegah transmisi virus.

Infeksi hepatitis dapat terjadi didalam lingkungan dengan hygiene dan sanitasi yang buruk.
Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka penekanan lebih diarahkan pada pencegahan melalui imunisasi.
 
DX. VII. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan .
                  Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh.
                  Kriteria hasil :
J   Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk.
J   Ikut serta dalam aktifitas untuk mempertahankan integritas kulit.
Intervensi
Rasional
1.   Lakukan perawatan kulit dengan sering, hindari sabun alkali.
2.   Pertahankan kuku klien terpotong pendek. Instruksikan klien menggunakan ujung jari atau menggunakan ujung jari untuk menekan pada kulit  bila sangat perlu menggaruk.
3.   Pertahankan liner dan pakaian kering.

Mencegah kulit kering berlebihan. Memberikan penghilang gatal

Untuk menurunkan resiko kerusakan kulit bila menggaruk.






Pakaian basah dan berkeringat adalah sumber ketidaknyamanan .

 
DX. VIII. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
                  Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses penyakitnya.
                  Kriteria hasil :
J   Mengungkapkan  pengertian tentang proses penyakit.
J   Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan
Intervensi
Rasional
1.   Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan /prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
2.   Berikan informasi khusus tentang penyakitnya.

3.   jelaskan pentingnya istirahat dan latihan

Mengidentifikasi area kekurangan/salah informasi dan memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.

Kebutuhan atau rekomendasi akan bervariasi karena tipe hepatitis dan situasi individu.
Aktifitas perlu dibatasi sampai hepar kembali normal.


 DX. IX. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil :
J  Klien tidak mengeluh panas
J  Badan tidak teraba hangat
J  Suhu tubuh 36 – 37 0C
Intervensi
Rasional

1.Kaji adanya keluahan tanda – tanda peningkatan suhu tubuh
2.Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh

3.Berikan kompres hangat pada aksila/ dahi

Peningkatan suhu tubuh akan menujukkan berbagai gejala seperti uka merah, badan teraba hangat.
Demam disebabkan efek – efek dari endotoksin pada hipotalamus dan efinefrin yang melepaskan pirogen
Akxila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga akan mempercepat pross konduksi dan dahi berada didekat hipotalamus sehingga cepat memberikan respon dalam mengatur suhu tubuh.

DX. X.  Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali sperti biasa
                        Kriteria hasil :
J   Klien tidak mengluh sering buang air besar
J   Feses tidak encer
Intervensi
Rasional

1.   Observasi, catat frekwensi defekasi, karakteritik dan jumlah proses penyakit, harapan / prognosis, kemungkinanpilihan pengobatan.
2.   berikan diet yang tepat, hindari makanan tinggi lemak,makanan dengan kandunganserat tinggi
3.   Berikan anti diare yang ditentukan dan evaluasi keevektipan

Membantu menentukan berat episode (diare)




Stimulan GI yang meningkatkan mobilitas/ frekensi defekasi.


Untuk mengontrol diare. Diare tidak terkontrol dapat menyebabkan kekurangan cairan

DX. XI. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas
Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali seperti biasa
Kriteria hasil :
J  Konsistensi feses lembek
J  Buang air besar setiap hari

Intervensi
Rasional

1.         Monitor ferkuwensi, karakteristik dan jumlah feses
2.         Tingakatkan diet pasien dengan banyak makan makanan berserat dan buah
3.         Tingkatkan  pemenuhan cairan dengan minum banyak minimal 1.000ml/hari
4.         Berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi

Mengidentifikasi derajat gangguan dan kemungkinan bantuan yang diperukan

Meningkakan konstintensi fekal untuk dapat melewati usus dengan mudah dan menurunkan konstipasi
Dapat melembekkan feses dan mefasilitasi eliminasi


Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan pelahan / evaluasi feses
              
DX. XII. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar
               Tujuan : klien mengungkapkan nyeri berkurang / teratasi
               Kriteria hasil ;
J  Tidak ada keluhan nyeri
J  Ekspresi wajah ceria
J  Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD  : 90 / 50  - 120 / 70 mmHg
N    : 85 – 100 / menit
P    : 15 – 25 / menit
SB : 36 – 370 C
Intervensi
Rasional

1.   Kaji tingkat nyeri


2.   Monitor tanda – tanda vital


3.   Berikan tindakan kenyamanan misalnya perubahan posisi relaksasi


Mengetahui persepsi dan reaksi klien terhadap nyeri serta sebagai dasar keefektifan untuk intervensi selanjutnya
Perubahan frekuwensi jantungatau TD menujukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital talah terlihat
Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan

DX> XIII. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktivitas rutin
Tujuan: Klien akan menujukkan reaksi positif ssuai dengan tingkat perkembangan.
Kriteria hasil :
J  Klien dapat bermain sesuai toleransi
J  Klien aktif dalam melakukan aktifitas
Intervensi
Rasional

1.      Kaji ulang reaksi yang terjadiakibat hospitalisasi
2.      Kaji aktif\vitas yang disenangi oleh klien
3.      Ajak klien bermain ssuai toleransi

4.      Libatkan keluarga dalam merencanakan jadwal harian sesuai dengan jadwal dirumah

Akibat hopitalisasi pada anak usia sekolah akan menimbulkan reaksi regresi, negativisme, depresi, cemas dan deniel
Membantu dalam menentukan pilihan intervensi
Bermain merupakan aspek yang penting bagi kesehatan menal, emosional dan social
Membantu mengurangi dampak hospitalisasi akibat prubahan rutinitas